Gadis berambut panjang itu melihat kembali kertas yang dipegangnya. Setiap kata yang ada dikertas itu, membuatnya menitikkan air mata. Dia menaruh kertas itu didalam buku diarynya. Dia mendekati piano dan memainkan beberapa lagu. Moonlight sonata terdengar jelas dikamarnya. Nada-nada mengalir jelas bagai air. Biasanya, dengan bermain piano dia akan terhibur. Tapi kini, isaknya semakin jelas memenuhi ruangan. Sentakan kecil mengakhiri permainan pianonya. Dia menutup pianonya dan membaringkan tubuhnya diatas kasur. Dia melirik kearah foto ibunya dan tersenyum. 'Mungkin, memang harus seperti ini' batinnya dalam hati. Sebelum memasuki alam mimpi, dia menitikkan setetes air mata. Ify terbangun saat cahaya mentari menimpa matanya. Dia bangun dan beranjak ke kamar mandi. Didalam kamar mandi, dia hanya terdiam menatap ubin. Jari lentiknya memutar keran shower dan membuat air berjatuhan dari atas dengan deras. Dia hanya terdiam, meresapi dinginnya air yang menyentuh kulit pucatnya. Tangan pucatnya mengepal melawan emosi. Tapi, ternyata itu semua percuma. Air jatuh seiring dengan air matanya. Baju tidur yang dia gunakan menjadi basah dan terasa berat. Ify memakai seragamnya dan dia bercermin. Jemarinya gemulai menyisir rambut hitam berkilau. Cantik, sungguh sempurna. Namun, masih ada yang kurang. Dari pagi tadi dia belum tersenyum. Tak lama kemudian dia menarik seulas senyum. Sempurna… sungguh cantik. Ify mengambil tasnya dan melirik foto ibunya sebelum keluar kamar. Dia menuruni tangga dan terkejut saat melihat ayahnya ada diruang tamu, sedang membaca Koran. Dia tergugup dan berusaha mengumpulkan keberanian untuk menyapa ayahnya. "Selamat pagi ayah" sapa Ify. Namun tidak ada respon dari sang ayah. Beliau hanya melirik sebentar dan melanjutkan kegiatannya. Ify tetap menunggu ayahnya untuk membalas sapaannya. Namun harapannya tidak terkabul. ‘Ayah tidak mau membalas salamku…’ Dia akhirnya menyerah dan pergi dengan senyum. Senyum yang berfungsi untuk memblokir tangisannya. Sakit… sangat sakit sebenarnya. Tapi, dia sudah terbiasa menghadapi ayahnya. Ayahnya seperti menghindari kenyataan. Sungguh, Ify tidak mempunyai cacat sedikitpun. Cantik, baik hati, putih, pintar, ceria, lemah lembut.
Hari ini, hari pertama Ify masuk asrama. Dia berharap ayahnya mau menemainya mendaftar di asrama. Tapi, baginya itu hal yang sulit digapai. Memeluknya saja tidak mau, apalagi menemaninya didepan umum seperti itu? Lamunan Ify lenyap saat melihat kakaknya sudah menunggu didepan mobil. Ify mengembangkan senyumnya dan memasuki mobil. Diperjalanan, tidak ada sepatah katapun yang diucapkan Ify. Dia menatap kosong jalanan sambil tersenyum miris. Sesampainya di asrama, Ify memaksakan senyum setulus mungkin. Dia memandang ruang didepannya. 'Ruang kepala sekolah' begitu tulisannya. Dia memasuki ruangan itu sendirian. Mengapa sendirian? Karena kakaknya sudah mendahuluinya bersekolah diasrama ini. "Selamat pagi, nama saya Alyssa Saufika. Saya pindahan dari SMA Idol. Apakah boleh saya mendaftar bersekolah di asrama ini?" kata Ify bersemangat. Semangat, karena dia ingin merubah pribadinya di asrama ini "Selamat pagi, Ify. Panggil saja saya Bu Ira. Apakah saya boleh melihat ijazahmu?" kata Bu Ira sambil tersenyum manis. "Wow, kamu menyukai musik, ya?" "Ia, bu. Saya sangat menyukai musik. Saya sangat suka bernyanyi dan memainkan piano." "Saya sangat senang mendapatkan murid berprestasi sepertimu. Selamat Datang di asrama ini. Karena kamu berprestasi, kamu mendapatkan kamar spesial. Ini adalah program kami untuk siswa-siswi berprestasi." "Terima kasih, bu" kata Ify sambil membungkukkan badannya. Setelah memberikan senyum, Ify melangkahkan kakinya keluar ruangan itu, menuju kamarnya. Dia menatap kunci yang dipegangnya. '03 Matahari' begitu tulisannya. " Wah… Kebetulan sekali, aku suka Matahari" katanya bersemangat. Harus dan wajib diakui, asrama ini besar sekali. Asrama elite yang hanya menampung orang-orang kaya. Dan sekarang, harus diakui Ify, dia tersesat. Sambil mencari kamarnya, dia keliling asrama itu. Kakinya berhenti melangkah saat melewati ruangan yang didepan pintunya banyak anak perempuan berbaris. Satu per satu masuk dan keluar dengan wajah kecewa. Karena rasa penasaran yang sangat tinggi, Ify ikut berbaris. Sepuluh menit kemudian, dibelakang Ify sudah ramai. Semuanya wanita, tidak ada yang pria. Masing-masing membawa foto, entah foto apa itu. Setelah menunggu kira-kira setengah jam, akhirnya giliran Ify memasuki ruangan itu. Ruangan yang dicat biru gelap dan penuh dengan alat musik, seperti studio. Didepan Ify ada empat anak laki-laki yang tampan sedang melihat kearahnya. Bingung harus berbuat apa, Ify menatap sekeliling ruangan dan mendapatkan petunjuk. Didinding bagian belakang, ada tulisan 'AUDISI VOKALIS WANITA ASRAMA VENIX'. Ify kaget melihat tulisan itu. Dia menjadi gugup, tapi wajahnya mencoba ceria. Setelah berhasil mengatasi gugupnya, dia tersenyum dan berteriak kecil. "HEI SEMUA…APA KABAR?" Empat orang yang ada dihadapannya bengong melihatnya. Tiba-tiba orang yang duduk ditengah bagian kiri, dengan dinginnya memandangnya. "Mana fotonya?" tanyanya. "Foto? Foto apa?" "Foto kami, loe mau minta tanda tangan, kan?" "Enggak, emang kalian siapa?" kata Ify sambil menggelengkan kepalanya, baru kali ini dia bertemu orang sePD mereka. "Udah Rio, gugurin aja dia. Cuma ngabisin waktu aja!" kata orang yang disebelahnya. "Hm, gue mau cepat-cepat ketemu Shilla. Nanti dia ngambek lagi" kata orang yang ada dipojok kiri. "Ia…" Baru saja Rio membuka mulutnya, Ify sudah menyelanya kembali. Dia menunduk malu-malu lalu merapikan rambutnya. "loe semua mau gue nyanyi apa ?" "Cinta begini, bisa?" Ify mengangguk dan merapikan roknya. Dengan diawali ketukan kaki, Ify mulai bernyanyi. Aku bisa terima… meski harus terluka… Karena ku terlalu... mengenal hatimu… Aku bisa merasa… dari awal pertama… Kau tak kan bisa lama… berpaling darinya… Ify tersenyum dan melirik empat orang yang ada didepannya dengan pandangan meledek. 'RaGabrieln tuh , makanya! Jadi orang jangan dingin!' kata Ify dalam hati. Ternyata hatiku benar, cintamu hanyalah sekedar… Untuk sementara… Akhirnya kita harus memilih, satu yang pasti Mana mungkin terus jalani cinta begini… Karna cinta tak akan ingkari, takkan terbagi…
Kembalilah pada dirinya… biarku yang mengalah… "Aku terima…" tanpa sadar Rio juga ikut bernyanyi. Tampak teman-temannya terkejut melihatnya. Mereka memandang Rio dengan pandangan 'tumben'. Ify hanya nyengir senang. " Huh… pantesan loe sombong! Ternyata suara loe oke juga" kata Rio dengan senyum kecil. Temannya yang bernama gabriel, membuka pintu dan berteriak 'MAAF, KAMI SUDAH MENDAPATKAN ORANGNYA' dan terdengar desahan kesal dari luar. Keadaan yang seperti ini membuat Ify tambah bingung. " Emangnya, disini ada apa, sih?" tanya Ify bingung. " Jadi loe nyanyi tapi gak tau apa yang ada disini?" kata Ray. Dengan polosnya Ify mengangguk. Dengan anggukan Ify, tampang kesalpun tercipta. " gue mau balik ke kamar duluan" kata Rio dingin. Rio keluar dan membanting pintunya. Ify menatap satu-satunya orang yang ada didepannya, orang itu sedang tidur. Ify berusaha membangunkannya. Baru saja Ify ingin menyentuhnya, orang itu terbangun dan menjabat tangannya. " Hoamm… selamat ya, loe jadi vokalis cewe kita. Besok dateng kesini lagi jam 3! Rio paling kesal kalau ada orang yang terlambat saat latihan. Kalau loe masih bingung, siapa kami? loe bias tanya ama gue, tapi besok saja." kata orang itu lalu keluar ruangan. Ify tersenyum dan mengangguk. Cita-citanya, harapannya ada didepan mata. Selama ini, Ify ingin sekali mempunyai band. Dia bisa berbagi keceriaan bersama. Menyenangkan dan terasa hidup. Akhirnya, dia keluar ruangan dan melanjutkan pencariannya kembali. Setelah berputar-putar tiga kali. Akhirnya dia menemukan tangga menuju lantai dua. Dia berputar-putar lima kali dan akhirnya sampailah dia didepan pintu kamarnya. Dari pintunya saja kesannya sudah mewah, apalagi dalamnya? Ify tersenyum saat melihat kamarnya. Kasur dengan ukuran king size. Lemari besar berwarna coklat. Piano putih bergaya klasik menghadap jendela besar. Ify merapikan pakaian bawaannya dan memasukkannya kedalam lemari. Dia menatap keluar jendela, dia menangis. " Hahhh… daripada menangis lebih baik gue rmain ditaman. Tapi, udah malam. Huft, setengah jam sajalah" Ify keluar kamarnya. Saat menutup pintu kamar, Rio keluar dari kamar yang ada didepannya. Ify tersenyum pada Rio, Rio membuang muka dengan rona merah yang ada diwajahnya. "loe, ngapain keluar malam-malam?" "gue lagi cari angin" jawab Ify "cari angin? Malam-malam begini?" tanya Rio sambil menatap Ify yang tertunduk. "A-aku hiks..." Ify mulai terisak. Rio gelagapan melihat Ify menangis. "Eh? Hei fy, jangan menangis disini, dong. Aduh... loe ini bagaimana sih?" Rio sibuk berfikir. Tiba-tiba dia tersenyum GJ dan menepuk-nempuk pundak Ify. "Berenti nangis... bodoh" kata Rio dengan penuh penekanan dengan kata bodoh. Ify langsung terdiam dan menatap Rio. "Jangan panggil gue bodoh, rese!" desis Ify tajam. Dan, mulai hari itu, detik itu, Ify dan Rio mempunyai panggilan sayang. Bahkan, mereka merasa sudah akrab. Entah mengapa, mereka seperti sahabat yang sudah lama tidak , tak lepas dari sifat mereka sendiri. Tetap pada Rio yang dingin dan Ify yang ceria. Malam sudah menjemput. Bulan, menjadi saksi persahabatan mereka berdua. Dan mulai hari itu, Ify mulai merasa hidup. Bukan hidup dalam kehampaan. Tapi, hidup dalam persahabatan. Ify terbangun saat cahaya mentari menimpanya. Sekarang hari Sabtu, hari asrama bebas. Ify maunya sih, tidur-tiduran dikamarnya yang nyaman. Tapi, dia sudah terlanjur janji akan datang latihan. Toh, musik juga hobbynya kok. Ngapain harus kesel? Have fun aja deh. Janjinya jam 3 sore. Tapi, Ify sudah sampai jam dua. Sepuluh menit menunggu, dia mulai merasa bosan. Akhirnya, dia mengambil biola dan memainkannya. Bosan bermain biola, dia memainkan piano. Sampai akhirnya, dia memutuskan untuk melatih suaranya saja. Selesai bernyanyi, ada yang bertepuk tangan dan membangunkan Ify dari lamunannya. Ify kaget, dia memegang dadanya yang mulai terasa perih. Akhirnya, datanglah Rio, Ray, Gabriel, dan Alvin. Mereka membawa seorang gadis cantik yang sepertinya pacar Ray, karena Ray menggandengnya. Mereka tersenyum pada Ify tanpa tau, apa yang dirasakan Ify. Sakit, pusing bercampur menjadi satu. Mereka bertepuk tangan setelah Ify menghentikan lagunya. "Hei, bodoh! Pintar juga loe nyanyi." ledek Rio. "gue nggak bodoh rese, dasar." bela Ify. Perangpun terjadi dengan sangat seru. Dengan sukarela Alvin memisahkan keduanya. Sebenarnya masih sakit, tapi lupakan saja karena Ify tidak ingin merepotkan siapapun disini. "Uhuk... Uhuk.. Uhuk..." Ify terbatuk. Dia menutup mulutnya dengan tangannya. Seorang gadis mendekati Ify, menatap khawatir Ify. Dia tidak berbicara, hanya menatap khawatir Ify. Dilain tempat, tampak dua orang memandang Ify khawatir. Sadar dirinya sudah membuat repot, Ify mengambil mic dan menarik Rio, mengajaknya memulai latihan. Dengan ragu-ragu mereka menjalani latihan. Ify mengngguk tanda dia sudah siap. Tapi, tak ada nada yang terdengar. "Memang kita nyanyiin lagu apa?" Tanya Ray yang siap dengan stik drumnya. "Latihan lagu Beraksi aja deh. Siapa tau aja kita nyanyiin lagu itu buat pentas nanti." Kata Ify sambil tertawa ceria. "Oke. Satu-dua-tiga,,," Bass Rio yang pertama terdengar. Lama-lama semua berkerja. Dari Ray yang memainkan drumnya dan Gabriel yang juga memainkan entah-alat-apa-itu. Ketika siapa saja sendirian Berdiam diri tak ada hiburan Jika kau merasakan kesepian Datang kesini kita senang senang… Rio menatap Ify yang suaranya berubah menjadi lebih… Berat? Dia tersenyum dingin dan akhirnya menyambung lagu. Semua berdiri, waktunya beraksi! Rio dan Ify menyamakan suaranya dalam satu teriakkan. Penindasan kekerasan gak jaman… Kami datang membawa perdamaian Ciptakan suasana tak terlupakan Lantangkan suaramu dan teriakkan! "Stop dulu! Kenapa tadi suaranya?" tanya Ray dari bangkunya sambil menatap Ify. "Hey fy, loe kenapa lemes aja?" bentak Rio. "udahlah Rio, loe terlalu kasar" kata Alvin. "Huh? udahlah vin. Jangan loe bela pacar loe ini! loe taukan, minggu depan waktunya kita tampil" geram Ray. " udahlah, Jangan bertengkar!" lerai Shilla. " Jangan urus urusan kami!" bentak Rio.
" loe semua jangan berantem . udahlah, ini emang salah gue" lerai Ify saat melihat Alvin dan Ray bertengkar. " loe sadar? loe masuk tiba-tiba. Ngajak gue bicara, tapi loe yang menyebabkan keributan ini. Apa loe tidak tau? Satu minggu lagi waktunya kita tampil. loe malah kaya gitu. Kita disini adalah tim. Camkan itu!" bentak Rio marah. Ify, yang biasanya pecicilan, kembali kesifat awalnya. Dia menjadi diam, menatap lantai dan menjatuhkan cairan bening. Semalam, dia begitu akrab dengan Rio. Semalam, dia memperoleh banyak informasi yang membuatnya melayang. Dia masuk kedalam band asrama yang akan manggung satu minggu lagi di pusat kota. Dan, dalam waktu satu jam, dia merubah persahabatan menjadi permusuhan. Ify melihat sekelilingnya. Dia melihat, teman-temannya yang sudah dianggapnya sahabat menatap dirinya tajam. Dia, hanya bisa jadi pengacau disini. Dia tersenyum pahit, lalu melangkahkan kakinya keluar ruangan. " Tunggu! Siapa bilang loe boleh pergi? Latihan kita belum selesai!" kata Rio sambil menahan tawa. Lha, kenapa dia tertawa? " Hahaha... loe ketipu ya... Haha... Mudah sekali masuknya" tawa Gabriel. " Huh, nyebelin! Kenapa gue harus ikut dalam drama ini?" kata Alvin sambil mengatur kunci gitarnya. " Hah? Kalian? Maksudnya apa ini, cowok rese?" tanya Ify dengan pandangan bingung. " Enak aja loe manggil gue rese. Dasar loe, bodoh!" dengus Rio. " Alvin, resenin kemall donk?" tanya Ify yang dengan sukarela nyuekin Rio. " Hah? Boleh aja." kata Alvin cuek. " loe ikut, rese?" tanya Ify " Mmm... kali ini aja, boleh deh" kata Rio sambil tersenyum. Namun, Ify belum sempat melihat senyum Rio, dia sudah mengalihkan pandangannya kearah Alvin. ' Jadi, dia skua ama Alvin, ya? Apakah masih ada harapan?' kata Rio dalam hati sambil menatap Ify dan Alvin. "Dari pada loe bengong, lebih baik kita pergi sekarang, Rio" ledek Alvin. Kemudian dia pergi mendahului Ify. Rio hanya mengangguk dan melihat Ify yang semangat mengajak teman-temannya. Saat sedang asik melihat Ify, ada yang menyenggolnya dari samping. Dengan heran Rio melihat temannya yang sedang terkekeh itu. "Apa?" tanya Rio dingin. "nggak, lucu aja ngeliat loe cemburu." kata Gabriel yang sibuk menahan tawanya. "Cih. Cemburu? Jangan loe sia-siain nyawa loe, ngerti?" kata Rio dengan rona merah dipipi. "Huhuhu... Dia memang manis~" "Ayo Rio, kita berangkat!" Rio menganggukan kepalanya dan berjalan dengan santai menuju Ify. Ada kilat cemburu dimatanya saat melihat Ify dan Alvin bergandengan tangan. Dengan emosi yang sudah meledak-ledak dia mengurut dadanya dan melanjutkan langkahnya. ' loe tau, fy? Rasa sakit ngeliat loe kaya itu?' batin Rio dalam hati "woi! Loe gila ya? Jangan cepat-cepat!" teriak Ify sambil memukul kepala Rio. "loe jangan kaya gitu! Gue lagi nyetir, bodoh" Rio sewot. "Ify, Rio emang kaya gitu kalo nyetir. Rio, jangan menggoda Ify! Dia itu cewek. loe taukan?" lerai Alvin. " Jelaslah gue tau vin. Gue punya mata! Dan tolong katakana pada cewek bodoh ini, jangan pukul gue terus!" kata Rio sambil melirik sinis Alvin. Alvin yang melihat mereka hanya menguap dan menyandarkan kepalanya dibahu Ify. Rio yang melihatnya menjadi panas. Sedangkan Ify hanya bisa mengeluarkan rona merah. ' Kenapa gue jadi gini? Ini semua gara-gara si bodoh itu. Siapa suruh dia punya wajah semanis itu.' Rio bergelut dengan pemikirannya sendiri. Setelah sampai di mall yang dituju. Mereka turun dengan sangat kusut. Bagaimana tidak? Ify takut dengan cara menyetir Rio, membuat dia harus berteriak-teriak dan mengganggu tidur Alvin. Dia ingin menghentikan Rio dan menawarkan diri menyetir. Karena Rio keras kepala, Ify dengan senang hari memukul Rio. Kini, lihatlah mereka! Alvin mendapatkan lingkaran hitam dimatanya. Rio tampak gagah dengan blush-on berwarna biru keunguan. Ify sibuk menahan mual yang datang. Tak mau berlama-lama dengan fose memalukan seperti itu, mereka melanjutkan acara mereka yang sempat tertunda. Ify berhenti didepan toko boneka. Dia tampak berfikir dan melirik toko yang ada disebelahnya. Sadar Ify tidak ada disampingnya, Rio melihat kebelakang dan melihat pemandangan yang membingungkan. Ify dan Ray tampak saling membuang muka. Raut wajah Ify terlihat sedih. Sedangkan wajah Alvin terlihat kesal. ' Hei, ada apa dengan mereka berdua? Mereka bertengkar? Padahal mereka baru lima hari berteman saja sudah bertengkar' kata Rio dalam hati "Cih, menyusahkan" dengus Alvin. "Ify, Rio, ayo kita ke restaurant!" ajak Alvin dengan nada malas. Rio dan Ify mengangguk. Sebelum melangkah, mereka saling menukar pandangan mematikan mereka. Bahkan, Ify berharap Rio akan pingsan saat melihat pandangannya, pikiran bodoh... Setelah berdebat sebentar, akhirnya mereka masuk ke café yang menjual ice cream yang ada didepan mereka. Mereka memesan makanan kesukaan mereka dan makan dalam diam. Diam-diam Rio melirik Ify, Alvin melirik tajam Ify, sampai akhirnya Ify tersedak. "Kalian ngapain ngeliat gue sampai segitunya sih? kangen liat muka gue yang manis ini" kata Ify dengan ke narsisan tingkat tinggi, membuat Rio dan Alvin harus mengeluarkan isi lambung yang mendesak keluar. 'Dan tadi dia ngeliat gue tajam kaya gitu. Apa gue harus pergi? Oh, tidak! gue harus memberikan kesan baik untuk yang pertama' kata Ify dalam hati "loe kan anak baru di band kita. Ada beberapa pertanyaan. Ya,,, kayaknya sih interogasi, tapi ini sangat membingungkan untuk kami. Kami sudah membicarakan tadi malam. Jadi, kami mohon jawab yang jujur!" tutur Rio yang sudah selesai dengan urusannya. "Hn. Tanya saja!" kata Ify yang semulanya riang menjadi dingin. ' Ini anak kok auranya jadi dingin, ya? Duh, kayaknya kalau lagi marah ni anak sadis. Apa, lebih sadis daripada gue ya?' batin Rio sambil merinding melihat perubahan mood Ify. "Pertanyaan nggak akan gue ulang, sebagai percobaan tes dan gue nggak mau lama-lama dalam situasi tegang ini. loe dari keluarga mana? Apa alasan loe masuk asrama? Apa loe berminat masuk band kami? Dan, bagaimana kesehatan loe?" tanya Rio dengan cepat. Ify tampak terkejut, namun dia masih memasang wajah datar. "Masalah keluarga, tidak terlalu terkenal. Hanya keluarga yang 'cukup' harmonis. Gue masuk asrama hanya ingin hidup mandiri, dan atas bea siswa. Gue sangat berminat, karena itu adalah cita-cita gue. Dan... gue 'sangat' sehat" Ify tersenyum perih saat menjawab pertanyaan orang yang sudah dia anggap menjadi sahabat itu. Tentunya, dia tidak ingin berbohong. Namun, apa mereka masih mau menerimanya? Sesaat Ify nampak sangat terpuruk. Tapi, beberapa menit kemudian ekspresinya menjadi seperti semula. Ceria. Tanpa aba-aba dia berdiri dan meninggalkan uang diatas meja. Dia tersenyum dan berteriak kecil. "Gue ada urusan. gue pamit dulu. Sampai jumpa besok. tolong jangan ganggu gue dulu. Da da " Ify berlari tanpa menunggu respon dari temannya. Air matanya menetes, seakan enggan pergi dari wajah manis itu. Dia menyetop taksi dan menaikinya, menuju rumah sakit langganannya. ' Kenapa harus sekarang?'
TBC To Be countinue masih mau lanjutannya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar