Selasa, 22 November 2011

all about my life part 3


Normal POV 
Pagi yang cerah mengunjungi kota itu. Ify bergegas menuju kamar mandi. Mungkin hal yang serupa sedang terjadi dengan teman-temannya. Yah, teman-teman. Rasanya senang sekali akhirnya dia terlepas dari pribadinya yang anti-social sejak kematian ibunya. Kematian pertama yang dilihatnya. Kematian seseorang yang sangat disayanginya. Sungguh, dia menyalahkan dirinya sendiri yang tidak bisa berbuat apapun. Sungguh, hari itu juga jalan hidupnya berubah. Ify melirik handphonenya yang bergetar, tanda ada yang menghubunginya. Jujur saja, malas sekali dokter cerewet itu meneleponnya. Tapi, harga dirinya sangat tinggi. Akhirnya, setelah menimbang-nimbang, dia mengangkat teleponnya. " Alyssa Saufika UmariSindunata! APA ALASANMU PERGI DARI RUMAH SAKIT? KAU BELUM BOLEH BANYAK BERGERAK" benar sekali dugaannya. Monster cerewet-yang-dihormatinya itu terus saja berceramah dan selalu saja Ify bergumam tanda mendengarkan walaupun sebenarnya dia tidak menyimak sama sekali. Setelah perbincangan sepihak itu selesai, Ify menuju kamar mandi dan melanjutkan harinya dengan topeng yang bertengger diwajahnya. Topeng yang bisa menipu siapapun. Namanya resmi berganti saat dia keluar kamarnya. Dengan langkah yang riang, dia mengetuk pintu Rio, menunggu Rio keluar dan mengajaknya segera menuju 'markas'. " Bodoh, Aku disini" Suara Rio terdengar datar dan ternyata dia tidak ada dikamarnya saudara-saudara. Sebal juga sebenarnya. Tapi, tidak baik marah-marah gak jelas. Nanti malah merusak moodnya saat di panggung. Tanpa basa-basi Ify menarik Rio. Rio menahan rona merah yang menghampiri wajahnya dan berdoa agar detak jantungnya tidak terdengar Ify. Langkah mereka terhenti saat melihat markas mereka kosong dan berarti mereka ditinggal oleh teman-teman yang lain. Ify dan Rio memaki tidak jelas saat tau mereka ditinggal. Yah, bagaimana pula mereka sangat tidak labil dengan emosi yang sering memuncak. Tapi meskipun begitu, persahabatan mereka sangat kuat. Padahal mereka semua bertemu Ify baru 6 hari yang lalu. Ya... persahabatan tidak mengenal waktu. Ya, kan?

Ify dan Rio ternganga melihat panggung yang ada didepan mereka. Panggung mewah. Sepertinya acara kali ini tidak main-main. Ify sibuk meneliti panggung dan terdiam melihat seseorang yang ada didepannya. Inginnya, sih lari. Tapi entah mengapa adik kecilnya menyadari dan memanggilnya. " Selamat datang dalam acara ini,,, ayah" Sapa Ify. Ayahnya hanya melihat sebentar kemudian mengalihkan pandangannya. Ify tersenyum pahit dan matanya melihat sang adik. Deva menatapnya tajam sambil memeluk manja tangan sang ayah. Ify yang melihat itu hanya bisa tersenyum miris. ' Deva dan segala kesempurnaannya. Ify dengan segala kebodohannya. Huh, ironis sekali ' batin Ify sambil tersenyum sedih. Tanpa menunggu banyak waktu lagi, Ify berlari meninggalkan kenangan buruk yang menghantuinya. Rio yang mengintip bingung melihat Ify tiba-tiba menangis dan berlari. Setelah sadar dari lamunannya, Rio mengejar Ify yang tampaknya sibuk menghapus air mata. " loe, kenapa? loe boleh cerita" tanya Rio sambil bersikap lembut. " loe tau kedua orang yang gue dekatin tadi?" Tanya Ify memandang langit dengan tatapan kosong. " Jangankan gue, semua orang didunia juga tau. Dia Duta Sindunata, orang terkaya yang sukses. Alvin anak pertamanya. Sebenarnya dia memiliki tiga anak. Alvin Jonathan Sindunata, Alyssa Saufika Sindunata, dan Deva Sindunata. Eh? Kau Ify? Anaknya?" Rio mulai linglung. Matanya menyipit melihat Ify. Otak Ify berteriak-teriak seakan dalam bahaya. Dengan senyum cerianya dia menggeleng. " Aku Alyssa Saufika Umari. Banyak yang bilang aku mirip Alyssa Saufika sindunata. Malah ada yang bilang aku ini dia. Mungkin sudah takdir?" dengan susah payah Ify menampilkan wajah polosnya. " Ia juga, sih. Yang gue tau Alyssa Saufika Sindunata orangnya sangat dingin dan tertutup. Berbeda sekali ama loe yang cerianya gak ketulungan ini." ledek Rio. Baru saja Rio akan mendapatkan bogem mentah special dari Ify, ternyata Dewi Fortuna masih mendukungnya. Acara sudah mau dimulai. Mau tak mau akhirnya mereka siap-siap dibelakang panggung. Mau bagaimana lagi? Mereka akan tampil setelah sambutan. Setelah sambutan yang mereka rasakan membosankan selesai, mereka berdoa dalam hati. Kini giliran Zahra yang menampilkan dance tunggal. Zahra turun panggung dengan tatapan merendahkan Ify. Dan Ify tak perduli itu! Kini gilirannya tampil diatas panggung. Ketika siapa saja sendirian... Berdiam diri tak ada hiburan... Jika kau merasakan kesepian... Datang kemari kita senang-senang...

Ify dan Rio bernyanyi dengan semangat. Karena ini termaksud lagu rock, mereka terpaksa berteriak. Lagu berakhir dan mereka melanjutkan dengan lagu kedua. Semua tampak senang mendengarnya. Anak ingusan yang tinggal di asrama elite berisi anak jenius yang baru saja mendapat vokalis baru, tampil sangat luar biasa. Hahaha... Mungkin mereka berfikir seperti itu. Para pendengar sibuk memuja idolanya masing-masing. Ify dengan ajaibnya sudah dapat banyak penggemar. Sebegitu besarkah pesona Ify? Kalau dipikir-pikir, maklumlah dia dapat penggemar banyak yang hampir seluruhnya cowok. Toh, dia wanita sendiri dalam band itu. Tidak dihitung Alvin yang hanya bekerja dibelakang panggung, sih. Sebagai pelatih tentunya. Lagu terakhirpun selesai dengan mengagumkan. Setelah Riko tebar pesona dengan lebay, semua turun dengan jitakan yang sangat keras dari Ozy. Kasihan juga sih. Tapi, salah sendiri lebay. Ify kembali ceria setelah turun panggung. Dengan senyumnya yang cerah, Ify mendekati Rio yang tampaknya salting melihat dandanan Ify. Rok mini dengan stoking panjang warna hitam membuat kakinya tampak indah. Rambut panjangnya digerai dan dikeriting dibagian bawah. Baju hitam bergambar not-not balok tampak unik dibajunya. 'Kenapa dia bisa manis sekali?' batin Rio sambil menahan mimisan. Namun, ada yang salah disana. Bibir Ify membiru, tampak sangat pucat. Nafasnya tersengal-segal. Tanpa mengulur waktu, Rio menggendong Ify yang tampaknya siap jauh berdebam ke tanah kapan saja. Dengan gentlenya dia mengantar Ify menuju UKS yang tidak terlalu jauh dari tempatnya berdiri. " Bertahan Ify" Bisiknya. Tak ada yang mendengar, suara itu terbawa angin dan menghampiri Ify yang masih setengah sadar. Aku merepotkan semuanya... Aku tidak berguna!

Normal POV

Rio dan kawan-kawan menunggu Ify membuka matanya. Dalam hati mereka berkecamuk rasa bersalah. Seharusnya, mereka tidak mengizinkan Ify manggung hari ini. Kemarin, kan Ify baru pulang dari rumah sakit, masa harus dirawat lagi? Dalam ruangan serba putih itu Ify perlahan-lahan membuka mata hitamnya. Semua menunggu dengan tampang harap-harap cemas. Sampai mata Ify terbuka semua, Ify bangun dan keluar ruangan itu dengan seenak jidatnya. "Hei Ify, cepat kembali!" teriakan itu mengiringi larinya Ify. "Jangan kejar gue! gue mau ke asrama. Mau ngambil 'sesuatu' yang tertinggal" teriak Ify sambil tersenyum girang. "Hah! Anak yang merepotkan. Aku benci…" keluh Alvin dengan tatapan tajam. "Eh? Loe udah lama kenal Ify?" tanya yang lainnya dengan pandangan tidak percaya. " itu urusan kalian kan? Sampai jumpa" Alvin melengos pergi begitu saja. Meninggalkan tatapan heran dalam benak mereka yang diam menatap dua orang yang pergi dengan tergesa-gesa. "gue tau" Teriak Gabriel. "Tau apa?" tanya Sivia. "Mereka itu pasti adik-kakak" Desis Ray. "loe bilang apa?" tanya Rio. "Hanya bilang si Ify, gadis yang menarik perhatian loe itu sangat ceria. Tapi sangat misterius. Shilla, ayo kita pergi. Jadi nonton, kan?" Kata Ray mengalihkan pembicaraan. Satu per satu dari mereka meninggalkan rumah sakit itu. Kini, hanya ada Rio yang berdiam diri dan tampak sedang berfikir. Mungkin, orang yang lewat akan minta tanda tangan karena mengenalinya sebagai anggota band yang sedang populer itu. Tapi, niat mereka pasti langsung ciut saat melihat tampang Rio yang seperti serigala yang siap mengamuk. " Yah,,, sudahlah. Memangnya itu urusan gue?" Tanya Rio pada dirinya sendiri dan memilih pulang ke asrama kembali. 'Pasti menyenangkan kalau sekarang pulang ke asrama. Aku ngantuk' Dan dapat kita lihat, Rio menempuh perjalanan menaiki taksi sambil mendengarkan musik. Dimalam hari seperti ini... Rio lebih mirip seperti orang linglung yang sok keren karena harus menunggu Ify sadar dan memaksanya untuk tidak menikmati tidur siangnya. Rio yang malang...

Seperti sekolah lainnya, Asrama KONOHA ini juga melakukan upacara setiap hari senin. Dan seperti sekolah yang lain, upacara ini berlangsung dengan sangat membosankan. Ya, dengan serangkaian kata-kata bermakna dari kepala sekolah, bu-Ira Tapi mau apa lagi? Sebagai murid hanya bisa pasrah aja disini. Kinipun keadaannya hampir sama. Dengan Ify yang ceria kelewat batas, Rio dengan gaya sok cool, Alvin dengan malasnya berdiri, Sivia-Gabriel yang sedang main tebak-tebakan, dan Ray yang sedang makan dengan lahap. Kemana Shilla? Jangan tanyakan itu! Dia anggota PMR sedang mengawasi keadaan disekitarnya. Waktu terus berjalan, dan akhirnya kini bel masukpun berbunyi. Ify dan kawan-kawan berlomba-lomba memasuki kelas. Tentu saja kecuali Alvin dan Rio. Oh ia, jangan lupakan tatapan sinis dari Zahra pada Ify yang sedang bertengkar dengan Rio. "Kau... Sangat menyusahkan" Desis Zahra. "Mau gue bantu untuk menyingkirkannya?" Tanya Angel, sahabat Zahra. "Oh,,, dengan senang hati gue terima. Rasakan loe cewek murahan!" Setelah bisik-bisik gak jelas, Zahra tertawa keras yang membuat orang yang ada disekitarnya mengira dia sudah gila. Tak beberapa lama kemudian, bu- Vina masuk. Namun, kali ini tidak seperti biasanya. Biasanya bu akan membawa buku banyak. Tapi sekarang, tidak ada buku. Hanya ada senyum yang dibawa. " Anak-anak, besok kita akan pergi rekreasi ke pantai. Siapkan diri kalian dan perlengkapan kalian. Sudah sampai disitu, cepat kalian masuk ke kamar masing-masing. Sekian dulu" bu-Vina keluar ruangan dan tak beberapa lama kemudian, teriakan kegirangan bergema dalam ruangan itu. Terlihat Zahra yang tertawa terbahak-bahak karna ide licik terlintas diotaknya. Akhirnya, lalat hijau nan besar masuk kemulutnya. Dan tanpa dilihat, pastinya sekarang Zahra sedang menahan mual dan memaki lalat hijau itu. Poor Zahra. Rio yang biasanya dingin kini menarik senyum ringan. Rise, fansnya mengerubunginya dan ber-'kyaaa' ria. Dan kita pasti sudah bisa menebak apa yang akan terjadi. Apalagi selain Rio yang sangat menyesal dan meruntuk dalam hati. Alvin terbangun dari tidurnya. Dia melihat kesekelilinya dan bingung melihat suasana yang sedang ribut. Tanpa melakukan apapun, dia kembali kedunia mimpinya. Dasar, Alvin. Pasangan Ray-Shilla dan Gabriel-Sivia asyik dengan acara mereka. Mulai dari colek-colekan, panggilan sayang, permainan yang ,menyenangkan, sampai bertengkar karena hal yang sepele. Apa tidak ada kerjaan lain? Dan yang terakhir, Ify yang melompat-lompat kegirangan, tak sadar dengan tatapan laki-laki yang seperti siap memangsanya tiba-tiba. Entah mengapa tiba-tiba Ify jatuh dengan sangat kencang. Ify bangkit dan mencak-mencak gak jelas. Dasar... Hyperaktif banget sih. "Yey... Kita ke pantai" teriak Ify kegirangan setelah seleGabriel mencak-mencak. "Loe yang salah" "Enak aja" Oh... Tentu aja ini pasangan gak jelas Gabriel-Sivia. "Sayang..." "Lebay deh" Percakapan singkat Ray-Shilla diakhiri dengan jitakan jumbo yang higgap dikepala Ray. "Hoammm" Tentu saja itu Alvin yang menguap. "Jangan ngerubungin gue!" Rupanya Rio belum selesai juga, toh. Begitulah seterusnya sampai mereka kembali ke kamar masing-masing. "Apa lagi ya? Hp, laptop, baju, snack. Udah ah. Kalau masih kurang tinggal minta tolong pada alam" Ify sibuk dengan perlengkapannya. Saat sedang sibuk menata pakaiannya, dia melirik obat yang belum disentuhnya. 'Apa aku bawa benda laknat itu?' tanyanya dalam hati. Setelah berfikir cukup lama, akhirnya dia menganggukan kepalanya dan memasukkan obat itu kedalam tas ransel yang berukuran lebih besar dari tubuhnya Hah? Bawa apa aja tuh anak? Setelah mengangguk-angguk puas ala anak autis, Ify memakai sepatunya dan keluar kamarnya. Nampaknya sial sedang menibannya. Setelah menutup pintu dan berbalik, kepalanya harus membentur punggung seseorang yang jauh lebih tinggi darinya. "Apa-apaan sih kamu, bodoh?" Semprot Rio yang meringis kesakitan. "Kepala kamu dari batu, ya?" Tanya Rio. "Yah... Telat. Semoga Shilla dan Sivia gak marah. Kamu sih... bandel" Ify sibuk mencak-mencak gak jelas dan akhirnya dia berlari sambil memegang tangan Rio dan menariknya. "Aku gak ada waktu buat berdebat! Kita udah terlambat" amuk Ify yang belum berhenti mencak-mencak. Setelah sampai didepan pintu kelas, tatapan maut menanti mereka dari seluruh anak kelas. Ada tatapan cemburu, tatapan kesal tentu dari sahabat mereka. "KALIAN TERLAMBAT!" Teriak Shilla, Sivia, Gabriel, dan Ray serempak berteriak. Alvin? Jangan ditanya! Pastinya dia sedang tersesat dialam mimpinya. "Maaf teman-teman" sesal Ify. "Kau bawa apa saja?" Tanya Shilla saat melihat tas Ify yang besarnya membuat tubuh Ify tertutup sebagian. "Laptop, baju, bantal, selimut, kasur tiup, mmm... snack mungkin cuma itu aja" Ify mangut-mangut sendiri. "I-itu aja? Stres! Banyaknya bejibun, malah bilang segitu aja? Aku aja cuma bawa baju dan snack. Mungkin yang lainnya juga gitu" Dengus Sivia. Yang lain mengangguk menyetujui sambil menatap Ify horor. "Terserah, ini style Ify, mau diapain?" Alvin melirik tajam Ify. "Aku bingung. Kalian ini kenapa, sih?" Tanya Rio bingung. Ify menggeleng dengan senyum ceriannya. Dia melangkahkan kakina menuju bis dan menarik pelan tangan Rio. "Rio, jangan dengerin kata orang lain! Jangan percaya yang gak pasti!" nasehat Ify tiba-tiba. "Ia nenek bodoh. Ngapain ngasih tau yang kayak gitu?" tanya Rio sambil tetap mempertahankan sifat coolnya. "RESE! Gak tau, cuma perasaan aja yang gak enak" jawab Ify sekenanya dan meninggalkan Rio dan kawan-kawan yang bingung. Tanpa mereka sadari, tatapan meledek menghujam mereka dari tempat duduk tepat dibelakang mereka. Kekehan pelan terdengar saat mereka turun dari bis. " Ify Namikaze, sampai disini actingmu" "Kita kepantai yuk,,, tendanya kan udah dibangun" Bujuk Shilla sambil menarik-narik teman-temannya "Boleh sih, tapi Ify gimana?" tanya Rio sambil melirik Ify yang sibuk membangun tenda yang ukurannya besar. "Ayo deh. Tendanya nanti aja" kata Ify santai sambil meninggalkan tendanya begitu saja. "Aku mau main surfing" Alvin mengambil papan seluncurnya dan berlari meninggalkan teman-temannya yang bingung melihatnya. "Dasar, kalau liat pantai langsung semangat" Ify tersenyum sedih. "Eh? Kau siapanya Alvin, sih?" tanya Sivia "Mmm... Sabodo dengan itu. Aku mau bikin istana pasir ah" Ify dengan cueknya berlari menyusul Shilla dan Alvin yang sudah sibuk dengan urusannya. "Aku mau berenang aja deh" Gabriel ikut berlari dan begitu kakinya menyentuh air, dia langsung menyelam. "Rio, kenapa kita memisahkan diri dari rombongan?" Sivia bertanya dengan wajah lugu. "Privasi itu sangat dibutuhkan" Kata Rio sambil mengusap kepala Sivia dan berjalan santai mendekati teman-temannya. "A-aku ikut" Sivia yang tertinggal sendiri akhirnya berlari menyusul teman-temannya. Setelah sampai, Rio dengan ganasnya melempar air laut kearah Ify dan membuat gadis itu melotot kesal. Alvin yang sedang asik surfing memperhatikan teman-temannya dari jauh. Sivia dan Gabriel asyik berenang. Ray yang baru sampai mendekati Shilla dan main kejar-kejaran. Dasar anak muda zaman sekarang. Dengan rasa tak bersalah Angel dan Zahra menginjak istana pasir Ify. Teman-teman yang lainnya menghentikan kegiatan mereka dan menatap tajam duo pembuat onar itu. Ify sih cuek aja. Dia bikin istana pasir lagi, dan dengan nistanya diijak lagi itu istana pasir. Ify nyuekin lagi dan membangun istananya lagi. Terus seperti itu sampai akhirnya Ify kehilangan kesabarannya. "Apa maumu?" Tanya Ify dengan nada dingin. "Alyssa Saufika Umari atau bisa gue manggil loe dengan sebutan dengan Alyssa Saufika Sindunata?" Tanya Angel dengan santai. Pertanyaan itu membuat siapa saja yang mendengarnya terkejut. "Adik-kakak yang akur? Hm?" Lanjut Angel dengan nada mengejek. "loe Alyssa Saufika Sindunata?  Eh? Maksudnya ini apa?" Tanya Sivia dengan pandangan bingung. "Kalian nggak sadar? Hah… ternyata Rio juga tidak? Kalian kira dia ini siapa? Kalian nggak ingat prestasi yang dibacakannya? Prestasi itu kan prestasinya Alyssa Saufika Sindunata. Benarkah itu nona Sindunata?" Tanya Angel sambil menyeringai. "Terus apa urusan loe? gue usulin loe cepat pergi Angel dan Zahra. Atau hal yang buruk akan menimpa kalian" Desis Alvin. " Ia? loe kira gue takut? Wah, mendung. Sampai jumpa aja deh" dengan cueknya Angel kembali ke tendanya dan meninggalkan orang-orang yang sibuk dalam pikirannya sendiri. "Oh, jadi mereka kakak adik?" tanya Zahra. Pertanyaan itu dijawab dengan anggukan Angel. "Dia Alyssa Saufika Sindunata dong. Pewaris kaya itu?" tanya Zahra. Pertanyaannya dijawab dengan anggukan kepala lagi. "Ka..." "Stop! Biarin ini tetap jadi misteri yang akan terungkap secara sedikit demi sedikit" Angel memotong ucapan Zahra dan tersenyum sinis. "Benar yang dikatakan Angel?" Tanya Gabriel. "Ternyata analisa gue benar…" Kata Shilla lirih. "Bohong, ya? mudah amat. gue udah percaya ama loe. Tapi ternyata loe berkhianat. Heh? Gampang sekali bohongnya. loe juga ikut berbohong Alvin?" Tanya Rio dingin. "Seperti yang loe lihat dan tahu. gue nggak pernah menyangkal dia adikku dan gue nggak pernah membaritau kalian. Jadi loe masih anggap gue salah?" Tanya Alvin dengan santainya. "Aku…" Ify terdiam dan melihat yang lain gugup. Matanya tidak fokus melihat memanapun. Alvin dan teman-temannya yang lain pergi begitu saja. Tanpa kata dan tanpa memberikan kesempatan Ify untuk menjelaskannya. Ify jatuh terduduk. Dia memeluk erat tubuhnya yang merupakan kebiasaanya saat dia sedang tertekan. Hujan turun dengan derasnya, membuat Ify takut dan berniat untuk menyusul teman-temannya yang lain. Namun, perasaan itu dia pendam sejauh mungkin. Sakit, perasaan itu datang lagi. Takut. Perasaan itu menghantuinya. Hujan bertambah deras dan membuat petir menyambar dengan ganasnya. Ify tetap terdiam disana. Entah apa yang dia tunggu. Dia menggigil kedinginan. Dia gemetar ketakutan. Kejadian ini mengingatkannya pada ibunya. Saat hujan dan saat ada petir. Dia kembali menangis dalam diam. Semua sudah terbongkar. Semua tak sesuai rencananya. Semua nanti aka menjauhinya dan akan menghianatinnya seperti dulu. "Ibu, aku takut…" Desisnya pelan. Air hujan itu tajam dan membuat tubuhnya sakit. Pandangan kakaknya tadi. Cara bicara kakaknya tadi. Dia telah melihatnya. Bagaimana kakaknya tidak mau membelanya dan malah mencampakkannya. Bagaimana Rio marah dan bagaimana mereka semua memarahinya. Sementara itu, didalam tenda yang tidak jauh dari pantai, mereka menutup pintu plastik mereka rapat-rapat. Dari dalam tenda itu, mereka masih bisa melihat Ify yang menggigil kedinginan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar