Senin, 28 November 2011

Persahabatan yang Ternodai


Sahabat...
Kita s'lalu bersama
Melalui hari-hari bahagia
Tertawa bersama
Bersedih bersama
Tapi...
Kau nodai semua itu
Dengan suatu hal
Yang walaupun hanya setitik
Dapat menghancurkan semuanya
Kau bohongi aku...
Kau dustai aku...
Berpura-pura dihadapanku
Semua itu tak berguna, sahabat
Aku tahu kebohonganmu
Aku tahu sandiwaramu
Hanya dengan beberapa hal aneh
Hanya dengan matamu yang kaku
Saat kuceritakan padamu
Penipuanmu padaku
Sekarang jelas sudah
Persahabatan kita s'lama ini
Tak berguna sama sekali
Berakhir dengan begini
Sulit untuk dimengerti
Tapi...
Kau tak tahu, sahabat
Bahwa mulai saat ini
Aku akan sangat-sangat membencimu
Takkan pecaya padamu
Pada raut wajahmu yang menipu
Bagai musuh dalam selimut
Dikala mimpiku sedang berkabut
Persahabatan kita...
Bagai ular dengan tikus
Dimana kau sebagai ular
Yang siap memangsaku...
Selalu...

Teman Pahit


Hei teman
Kau tahu, kau itu sangat pahit
Sangat pahit sepahit buah simalakama
Tapi, kau bahkan tak tahu betapa pahitnya dirimu
Sangat pahit, tahu!
.
.
.
Datang saat kau butuh diriku
Pergi saat kau tak butuh diriku
Itulah dirimu, teman
Aku hanya bagai habis manis sepah dibuang
Yah, meski kau harus tahu, semua aku tahan
Kutahan demi pertemanan pahit ini, tahu!
.
.
.
Luka
Luka tertoreh di hati
Mengucurkan darah kebencian yang pekat
Mengeluarkan sakit tertahan, tertumpuk dan terendap
Semua karena sikapmu, teman
Sikapmu yang sangat menyayat hati
Dan sekali lagi—
—sangat pahit
.
.
.
Mereka pergi, kau ingat diriku
Mereka dating, kau lupa diriku
Lupa
Lupa lagi denganku
Apa kau tak mengingatku saat kau bersama mereka?
Apa kau tak menginginkanku bersama kalian?
Miris dan—
—pahit
.
.
.
"Kalau sudah giliranmu, nanti, kamu gantian yang nraktir kita!"
Sepenggal kalimat tak terwujud
Sepenggal kalimat yang hanya jadi kenangan
Yah, karena 'aku' sudah tak termasuk dalam kata 'kita' lagi
Kamus hidupmu menghilangkan daftar namaku dari daftar pengisi kata 'kita'
Yah, karena mungkin kau sudah tak menganggap lagi aku adalah—
—bagian dari frasa 'kita' yang dulu
.
.
.
Sudah
Aku sudah tak mungkin kau anggap teman
Dan lagi, aku tak masalah kau anggap musuh
Kita perang?
Musuhan?
Bagiku tak masalah
Tapi—
.
.
—aku tak menginginkannya
Yang kuinginkan hanya perhatianmu yang dulu
Yang sering kau tunjukkan kepadaku
Yang sering kau berikan kepadaku
Yang kini—mungkin—tak dapat—
—kuperoleh lagi
.
.
.
"Kalian adalah temanku,"
Sepenggal kalimat yang membuatku mengasihani diriku
Sesal
Kata itulah yang kemudian melayang di pikiranku
Yah, menyesal karena telah mengucapkan hal itu padamu
Merutuki diri
Hal yang terjadi setelah kuucap kata sesal nista itu
Yah, merutuki diri karena betapa bodohnya diriku bisa ditipu teman pahit macam dirimu
.
.
.
Teman,
Sudahkah kau sadar akan semua kesalahanmu itu?
Sudahkah kau mengerti bahwa aku disini terlupakan olehmu
Meski aku menutupi semua dengan topengku
Meski aku menutupi semua itu dengan senyum simpulku
Apakah kau tak bisa melihat wajahku yang sebenarnya?
Apakah dengan segala macam coretan di atas, kau tetap—
—tak sadar?
Dan setelah kau membaca segala rangkaian huruf di atas,
Apa yang akan kau lakukan?
.
"Maaf ya, kalau selama ini aku kayak gitu ma kamu,"
Bah!
Nggak mempan!
.
"Kalau emang kami begitu, ngomong dari dulu, jangan nulis kayak gini,"
Ku berkata pun, kau takkan mendengarnya, bukan?
.
"Aku nggak akan ngulangi lagi kok! Janji!"
Bah!
Aku tidak mempan dengan janji-janji yang kau buat
Aku justru bosan dengan janji-janji—nista—mu itu
Yang kupercayai, kau pasti akan mengulanginya lagi
.
.
.
Yah, kau takkan bisa membuatku berhenti membencimu
Kau takkan bisa membuatku memaafkanmu
Kau takkan bisa membuatku—
—menganggapmu teman lagi
.
.
.
Nah, teman
Kau sudah tahu betapa pahitnya dirimu bukan?
Sayang, kau bahkan tak mengetahui kepahitan dirimu itu
Sungguh ironis
Padahal dulu kau kuanggap teman yang manis
Apakah rasamu itu harus seperti berry,
Manis dan pahit?
.
.
.
Teman
Mungkin kau pernah menjadi teman baikku
Kau pernah menjadi teman manisku
Yah, sangat manis bahkan sampai membuatku meleleh
Meski akhirnya, aku harus menderita diabetes karena manismu yang berlebihan
Membuatku harus merasakan pahit sepahit jamu brotowali
Dan mungkin aku harus meralat kembali kata "temanku" itu
Yah, bukan kata "temanku" lagi
Tapi—
.
.
.
.
.
.
"Teman Pahitku!"
.
.

Ikatan Kita


Dulu kita dekat
Bagai perangko dan amplop yang selalu lekat
Terus bersama tak pernah penat
Yakin telah menemukan teman yang tepat
.
Kini kita jauh
Hanya karena seorang mengeluh
Pertemanan yang kukira teguh
Ternyata sebegitu rapuh
.
Ah, aku salah
Kukira kita takkan berpisah
Kukira ikatan kita tak bercelah
Ternyata tetap patah
.
Kepada langit aku bertanya
Kenapa sekadar menahan ego aku tak kuasa?
Kenapa aku tidak lebih peka?
Kuberharap pada setitik asa
Agar nanti ke depannya
Ikatan kita kembali seperti sediakala

Alasan


Sesak dan mendung membuatku ingin berlari
Menjauhi semuanya dan kamu
Meninggalkan senyum yang bukan milikku
Dan kuyakin kau tak peduli
Biarpun mendung menelanku
Biarpun sesak mengekangku
...
Itu jelas membangunkanku
Tentang arti pandanganmu
Tentang semua kelakuanmu
Tentang dirimu yang makin jauh
...
Mengejarmu hanya akan meletihkanku
Mejauhkanku dari diriku sendiri
Karena aku terlalu banyak berharap
Karena manusia sepertiku punya terlalu banyak harapan
...
Aku ingin menghapus seluruhnya
Dengan tak lagi mengenangmu sebelum tidur
Dan aku tak bisa
Kucoba menjalani tanpa adamu
Tapi aku tak mampu
Aku terlalu takut akan kehilangan
Jadi aku diam
...
Hanya sanggup memandang
Kamu sudah banyak berubah
Perubahan yang membuatku menjerit marah
Karena waktu dengan rela membantumu berubah
Dan dia tak memberiku kesempatan
Dan karenanya, aku harus menahan luka ini
...
Sekarang kamu tahu
Bahwa langit telah memisahkan kita

A Power of Love


Aku tak letih untuk berjuang.
Aku tak menyerah tuk meraih.
Aku tak bimbang tuk memilih.
Aku bukan pengecut yang terus bersembunyi.
Aku tak pernah lelah tuk melangkah.
Aku tak ingin menangis walau sakit.
Aku terus berdiri, walau rapuh.
Aku terus bertahan menerjang, tak peduli akibat.
Aku terus merentangkan tanganku tuk memeluk, melindungi orang yang kucinta.
Kau pinta... Aku lakukan.
Kau pinta... Aku lakukan apa saja walau bertentang dengan hatiku.
Kau pinta... Aku lakukan apa saja, kalau itu membuat senyummu terlukis.
Kau pinta... Aku lakukan apa saja, karena aku mencintaimu.
Mencinta tanpa meminta balas.
Mencinta dengan pengorbanan.
Mencinta dengan derai air mata.
Mencinta dengan tulus.
Mencinta dengan kasih.
Mencinta dengan adil.
Mencinta dengan hangat.
Mencinta tanpa dipenuhi oleh nafsu semata.
Mencinta tanpa melirik kekurangan.
Mencinta tanpa henti.
Mencinta mengabaikan pilu.
Mencinta tanpa menggores luka hati.
Cinta itu tulus...
Cinta itu abadi...
Cinta itu suci...
Cinta itu tanpa memilih...
Tolong, jangan nodai cinta dengan kekejaman...
Tolong, jangan mencoreng nama cinta yang tulus...
Tolong, jangan membuang cinta yang ada...
Tolong, jangan abaikan cinta yang penuh pengorbanan...
Tolong, jangan memaki cinta dengan emosi…
Sebab, tanpa cinta, kau tak bisa apa-apa…
Tanpa cinta, kau bagaikan hembusan angin lalu yang berlarian ke sana kemari tanpa arah.
Hargai cinta yang kau dapat, hingga akhir menuju kehidupan abadi.
...
Cause, you're the one in my heart.
It's not a nonsense.
Belive or not, if my feeling can talk, it will talk to you about the truth...
"I Love you in my deeper heart,"
If I'm a sun, I will make a beautiful sunset, only for you...
If I'm a melody, I will make a beautiful song, and I hope you hear it...
Tak apa, bila kau tak mencintaiku.
Tak apa bila kau tak memandangku.
Tapi, aku tak akan menyerah untuk memberitahu padamu bahwa aku mencintaimu...

Terpaku dalam Diam


Menatapmu dalam diam
Terlalu abstark kita bersama
Terpaku pada dunia yang berbeda
Sudah tertanam doktrin
mungkin memaku dalam darah kita
hei, tapi itu keyakinan yang kita pegang bukan ?
ya, sehingga menjadi sekat antara kita
hmm, bak Romeo dan Juliet
Apa kita seperti itu ?
ah, tak ada sisi roman pada kita
Membiarkan diri jatuh terlalu dalam
Pada kubangan istilah kata sehidup semati
Kita hanya terbiasa memandang dalam diam
Terdiam akan waktu dan sekat yang membatasi
Terlalu janggal apabila kita bersama
Walau hanya dalam iringan langkah

Pujaan Hati


Sejak pertama kali melihatmu,
Aku sudah jatuh hati padamu.
Aku selalu mengagumi dirimu.
Bayangan akan dirimu selalu berputar-putar di benakku.
Wajahmu yang menawan hatiku,
Masih teringat jelas di pikiranku.
Aku sangat mengagumi semua yang ada pada dirimu.
Namun, kau dan aku tidak akan pernah bertemu,
Karena jarak yang memisahkan kita.
Aku yakin, kau tidak tahu bahwa aku sudah menaruh hati padamu.
Sampai sekarang yang bisa kulakukan hanya menatapmu dari sini,
dari balik layar ini.
Tapi, aku tidak menyesal,
Aku bisa melihatmu dari sini itu sudah membuatku senang.
Aku tidak tahu sampai kapan aku selalu mengagumi dirimu.
Aku rasa, sampai kapanpun aku akan selalu mengagumi dirimu wahai pujaan hatiku.

Unspoken Word


Kenapa kamu tak pernah ada,
disaat dulu aku butuh kamu?
Tapi kamu selalu ada,
disaat aku tak ingin melihatmu?
.
.
.
Dia bilang di dalam situ ada kamu
Dia bilang aku lebih baik menghindar saja
Tapi aku tetap menggenggam gagang pintu itu
Bukannya aku tak mau, tapi aku tak bisa menahan lagi
.
Lalu aku melihatmu, tertidur di salah satu ranjang
Tunggu, kamu tak tertidur di ranjang itu
Matamu terbuka, menatapku, sadar bahwa aku butuh ranjang itu
Membuatku semakin mual, dan kepalaku makin pening rasanya
.
Tapi kamu tetap bersandar di ranjang itu dalam diam
Tanpa kata memaksaku untuk naik ke atas ranjang di sampingmu
Terpisah jarah satu meter, bukan masalah bagimu
Tapi bagiku, rasanya seperti bencana
.
Berbulan-bulan aku berusaha menjauhimu
Tapi kamu terus muncul di depan mataku
Dimana kamu saat aku ingin perhatianmu?
Tak pernah ada, tak kunjung datang
.
Ruangan sempit itu rasanya beku
Sunyi, sepi, tak ada kata yang terucap
Ironis rasanya, mengingat bagaimana keadaan kita dulu
Tidak, tidak sekaku ini
.
Bertahun-tahun aku hidup disampingmu
Tapi kini rasanya aku tak kenal siapa kamu
Kemanakah hubungan kita yang dulu?
Dan kata-kata manis yang tiap malam kau ucapkan padaku
.
Aku berbalik badan dan berusaha tertidur
Tapi tidak bisa, yang mampir diotakku hanyalah kamu
Dan tatapan matamu yang membara
Membakar punggungku hingga terasa panas
.
Kenapa kamu harus ada disini?
Saat wajahku terlihat pucat dan badanku panas-dingin
Kenapa kamu hanya diam disitu?
Bukannya menyapaku dan berbasa-basi seperti dulu
.
Aku memejamkan matamu, memfokuskan telingaku pada suara napasmu
Membayangkan dirimu, sedang tertidur di ranjang itu
Dadamu bergerak naik dan turun dalam irama yang harmonis
Lambat-lambat, dengan tenang dan halus
.
Lalu aku dengar ranjang itu berdecit
Dan suara sepasang telapak kaki menghantam lantai putih itu
Setelah itu bunyi sepatu yang menghentak-hentak
Hingga akhirnya, kudengar pintu yang terbanting
.
Kubuka mataku dan aku berguling untuk melihat ranjangmu
Kosong, kamu meninggalkanku lagi
Dadaku mulai terasa penuh dan sesak
Dan airmataku dengan bebas mengalir di pipiku
.
Penyesalan memang datang terlambat
.
Aku hanya bisa berharap aku dapat memutar waktu
.
Ke sepuluh menit yang lalu
Lalu ucapkan, "Aku merindukanmu."
.
Ke satu bulan yang lalu
Lalu ucapkan, "Aku masih mencintaimu, kembalilah padaku."
.
Ke empat bulan yang lalu
Lalu ucapkan, "Maafkan aku."
.
Ke enam bulan yang lalu
Lalu ucapkan, "Bukan maksudku untuk menyakitimu."
.
Ke tujuh bulan yang lalu
Lalu ucapkan, "Maaf, aku mencintaimu."
.
Ke delapan bulan yang lalu
Lalu ucapkan, "Terima kasih, aku menyayangimu."
.
Ke sepuluh bulan yang lalu
Lalu ucapkan, "Jangan pernah tinggalkan aku lagi."
.
Ke dua belas bulan yang lalu
Lalu ucapkan, "Berjanjilah kamu tak akan meninggalkanku."
.
Ke tiga belas bulan yang lalu
Lalu ucapkan, "Aku menyayangimu, mencintaimu, kini dan selamanya."
.
Aku (masih) mencintaimu
Aku harap kamu tahu itu
.
.
.
.
.
.
.

Salah


Hujan tengah turun
Mewarnai langit dengan bias-nya
Memanjang hingga pintu angkasa
Menarik kakiku 'tuk turut melangkah bersama embusan angin
Aku ingin mendakinya dengan seorang disamping
Yang tak mampu hidup tanpa 'hidup'-nya
Yang membuatku tampak seperti barang berharga
Dan ia sudah berada disana
Melambai pelan padaku
Diiringi senyumnya yang menawan
Matanya memantulkan aku
Sejenak hening menyapaku
Kutatap sosoknya dikejauhan
Bagai dewa dipenghujung musim
Begitu nyata dalam balutan ilusi
Lenganku hendak merangkulnya
Meyakinkanku akan kehadirannya
Namun, angin menghalangiku
Mendorong tubuhku yang tak kokoh
Dan ia diatas sana
Masih tersenyum padaku
Matanya masih memantulkan aku
Namun, kakinya melangkah pergi
Menyadarkanku akan delusi sebuah mimpi
Ternyata, aku salah, ya..,

Tak Ada


Tak ada yang salah dengan sore ini
Meski kelabu tak juga nampak
Meski gerimis tak kunjung turun
Meski tak ada kau disampingku
-.
Sejak petang itu kembali
Aku yakin akan begini jadinya
Kau tak ingat siapa aku
Dan kulupakan sebagian diriku
.-
Mungkin kau benar telah melupakanku
Karena mungkin aku bukan orang yang harus kau ingat
Karena mungkin salahku yang terlalu mengharap
Atau, karena kau tak ingin mengingatku?
-.
Sebesar apa sesak yang kurasa
Aku tetap tak menyalahkanmu
Kau selalu yang terpenting bagiku
Dan mungkin akan selamanya seperti itu
.-

Selasa, 22 November 2011


dimatamu aku tak bermakna
tak punyai arti apa-apa
kau hanya inginkanku saat kau perlu
tak pernah berubah..

aku tahu sebagimana aku berusaha, takkan pernah ada aku di hatimu selama ini. bahkan aku dapat menyelami matumu yang seolah-olah mengatakan aku tak bermakna dalam hidupmu. arti ku dalam hidupmu? huh aku benci jika aku sudah berfikir tentang hal itu, rasanya beribu jarum menusuk dadaku. aku mungkin memang manusia terbodoh, padahal aku tahu kalau diriku sama sekali tak punya makna dalam hidupmu, tapi kenapa aku selalu dan selalu membantumu jika dirimu berada dalam masalah, yang terkadang masalah itu malah mengiris-iris hatiku. sudah terlalu terlihat kalau kamu hanya memanfaatkanku, selalu begitu damn takkan berubah. tapi perasaanku melemahkanku untuk selalu memaafkan dirimu.

kadang ingin kutinggalkan semua
letih hati menahan dusta
diatas pedih ini aku sendiri
selalu sendiri...

sering aku berfikr untuk meninggalkan semuanya, melupakan semua hal tentangmu, bahkan untukmengenyahkan perasaan itu. hatiku sudah terlalu letih untuk berdusta pada diriku sendiri, bahawa akan ada indah pada waktunya milikku dan dirimu. tapi tetap saja saat aku merasakan pedih ini aku sendirian, selalu begitu. dan akan selalu begitu.

serpihan hati ini kupeluk erat
akan kubawa sampai kumati
memendam rasa ini sendirian
ku tak tau mengapa
aku tak bisa melupakanmu...

hatiku pecah menjadi berkeping-keping, dan hilang satu keping karena sakit yang kamu berikan. dan serpihan yang tersisaini akan kubawa dalam dekapanku sampai ku mati. aku punya rasa yang dalam untukmu, terlalu dalam hingga aku masih mempunyai perasaan yang sama saat dirimu menyakitiku. aku tahu aku bodoh karena memendam perasaan ini, yang akan membuatku selalu tersakiti. tapi aku tahu mengapa bisa begini. untuk menghilangkan perasaan ini saja sulit rasanya apalagi untuk melupakanmu.

kupercaya suatu hari nanti
aku akan merebut hatimu
walau harus menunggu sampai ku takmampu
menunggumu lagi........ 

aku selalu percaya, akan ada waktunya dimana aku bisa mengenggam hatimu dan menjadikannya milikku selalmanya dan saat itu aku takkan pernah melepaskannya. aku akan menunggunya sampai kapanpun walau aku akan mengorpankan semuanya demi hatimu aku rela. karena aku menciintaimu dan aku akn menunggumu.

berawal dari perjodohan


Dunia bisnis yang akan mempertemukan mereka dan sebuah perjodohan adalah awal dari semua ini.

                Disebuah rumah mewah bercat putih gading terlihat ada sedikit kesibukan
“kenapa sih ?” Tanya seorang cewek yang baru keluar dari rumah itu, mulutnya tampak sibuk mengunyah permen karet dan di tangan kirinya ada sebuah bola basket.
“loe nggak tahu ni ?” Tanya seorang cewek disana yang mempunyai wajah tyrus yang tadinya sedang membaca sebuah novel
“ yee… loe fy kalo gue tahu kenapa gue nanya ? loe pinter-pinter bogo ya (?) “
“tou-san sama kaa-san bakal pulang dari Amrik hari ini” jelas Sivia, cewek manis berlesung pipit
“oh…. Cuma itu doank ribet amat” agni mendrible bola basketnya.
“gimana nggak ribet agniku sayang….. loe sendiri tahu kan sifatnya kaa-san, kalo ada satu hal aja yang nggak sempurna menurut dia pasti dikritik” jelas sivia lagi.
“ya udah deh, terserah kalian deh, gue mau main dulu” agni melangkahkan kakinya menuju gerbang rumahnya, tapi sebuah tangan menghambat perjalanannya
“loe mau kena marah ama tou-san dan kaa-san ?” Tanya Shilla
“bukan urusan loe” ucap agni sebel dan menarik tangannya yang dipegang shilla tadi.
“apa yang nee-chan bilang tadi bener ni, loe nggak usah cari masalah dulu lah sama mereka. Mereka kan baru balik” nasehat ify.
“terserah” agni mengurungkan niatnya untuk pergi bermain basket dan kembali masuk kedalam rumahnya.
Keempat cewek yang ngobrol tadi adalah saudara yang pertama adalah Ashilla Zahrantiara biasa dipanggil shilla cewek cantik ini sifatnya dewasa banget dan tentu saja ramah. Yang kedua adalah Sivia Azizah cewek manis berlesung pipit ini mempunyai sifat ramah, supel dan mudah bergaul. Yang ketiga adalah Alyssa Saufika Umari cewek berbehel ini mempunyai sifat yang kontras dari kedua kakaknya sifatnya adalah cuek dan dingin dan paling sulit bergaul diantara saudaranya. Dan yang terakhir adalah Agni Trinubuwati cewek tomboy ini mempunyai sifat cuek dan dingin tapi dia lebih bisa bergaul dibandingkan ify. Agni sangat patuh terhadap ify maksudnya agni akan berusaha untuk mengikuti semua nasehat ify.
Keempat gadis cantik itu adalah anak dari keluarga terpandang yaitu anak dari Mr. Duta Mrs. Winda.
Shilla menunduk melihat sikap agni kepadanya “nee yang sabar ya” sivia mengelus pelan punggung shilla. Shilla tersenyum kepada sivia sedangkan ify sekarang sudah kembali terhanyut kedalam cerita novelnya. Sementara agni sudah kembali berkutat dengan ‘apple’ kesayangannya.
Lima belas menit yang lalu semua persiapan untuk menyambut tuan dan nyonya rumah itu sudah selesai, tak berapa lama kemudian sebuah limo berhenti di depan rumah mewah tersebut. Semua pegawai yang berkerja dirumah itu meninggalkan aktifitasnya dan berdiri dengan rapi di halaman rumah untuk menyambut kedatangan sang majikan. Dari limo itu keluarlah sepasang suami istri dan serentak semua pegawai mengucapkan selamat dapatang, sedangkan sang majikan hanya menganggukan kepalanya saja.
Sepasang suami istri itu  duduk diruang tamu untuk menghampiri anak-anaknya “selamat dating tou-san kaa-san” sambut shilla sopan. Pak duta menganggukan kepalanya sedangkan bu winda “shilla, sivia, ify…….. agninya mana ?” Tanya bu winda
“mungkin agni lagi dikamarnya” jawab shilla
“apa agni tidak mau menyambut kami ?” Tanya bu winda kecewa
“bukan begitu kaa-san tapi……” belum sempat shilla menyelesaikannya ify sudah memotongnya
“biar aku yang manggil agni”
Ify segera menghampiri adiknya yang sedang berada dalam kamarnya di lantai dua TOK TOK TOK ify mengetok pean pintu kamar agni
“siapa ?” Tanya suara brnada malas dari dalam
“gue ify, gue masuk ya ni “ pinta ify
“masuk aja”
“loe ngapai ni ?” ify duduk di salah satu sisi tempat tidur king size agni
“nggak ngapa-ngapain kok “jawab agni tanpa mengalihkan pandangannya dari ‘apple’nya
“kenapa muka loe girang amat ?” Tanya ify lagi
“oh… nggak kenapa-napa kok Cuma lagi negrjain orang aja. Oh ya ngapain loe kesiani” agni mbaru mengalihkan pandangannya dari ‘apple’
“kaa-san sama tou-san udah tiba dan mereka nanyain loe”
“oh ya, kalo gitu kita turun sekarang aja” agni turun dari tempat tidurnya dan menuju pintu kamarnya.
Agni menuruni tangga dengan perlahan seolah enggan untuk turun. Akhirnya mereka sampai juga di ruang keluarga.
“kaa-san tou-san” sapa agni
“agni…… kaa-san kangen sama agni” bu winda langsung memeluk agni. Inilah kebiasaan bu winda kalau udah ketemu sama anak bungsunya itu.
“lepas kaa-san sesak~~” pinta agni
“wah…. Anak kaa-san yang satu ini tambah manis aja” ucap bu winda
Kedua kakak agni yaitu sivia dan shilla hanya terkikik geli melihat kelakuan kaa-san mereka dan daik bungsu mereka. Sedangkan agni hanya menggembungkan pipinya pertanda kalau ia kesal. Tak urung kelkuan agni membuat bu winda semakin gemas.
“oh ya kaa-san otou-san ada apa kalian pulang mendadak seperti ini ?” Tanya ify
“karena kaa-san  kangen sama kalian” jawab bu winda ceria. Sedangkan pak duta hanya menanggapi pertanyaan anaknya dengan senyuman.
“aku nggak yakin kalau cumin itu alasannya, kaa-san tolong jujur  sama kami” pinta ify yang sudah curiga
“ah…. Ify kamu, tau aja” lanjut bu winda ceria
“gue ngerasa ada yang nggak baik bakal terjai ama kita nih shill” bisik sivia ke shilla
“ sama gue juga” jawa shilla
“gini loh anak kaa-san yang cantik-cantik dan manis-manis, kalian bakal kaa-san jodohin ama anak temen kaa-san” bu winda mengembangkan senyum manisnya
“oh… cumin di jodohin toh” ucap agni ringan dan memainkan I-petnya tapi tak cukup satu menit agni menghentikan aktifitasnya “APA DIJODOHIN ?” teriak agni
“iya” sekarang giliran kaa-san mereka yang menjawab ringan
“tapi kaa-san kami masih sanggup kok nyari cowok jadi kalian nggak perlu jodoh-jodohin gitu” sanggah sivia
“tapi kaa-san belom pernah tuh ngeliat kalian jalan ama cowok” bu winda menjawab santai
“agni…. Udah punya cowok kok “ ucap agni yang membuat semua yang ada disana cengo
“lah… jangan becanda kamu ni” ucap sivia
“siapa juga yang becanda wong beneran kok, cowok agni Ray “ ucap agni serius
“siapa Ray ? Raynald Prasetya ?” sekarang bu winda menegakkan punggungnya
“iya”
“udah deh agni… agni kaa-san tahu kok kalaun ray itu Cuma temen kamu main baket kan ?”
“gimanapun kalian akan tetap tou-san jodohin kok” sekarang otou-san mereka yang berbicara
“tapi tou-san….”
“nggak ada tapi-tapian agni”
“sekarang buat agni, cepat tukar bajukarena calon tunangan kamu udah nungguin kamu buat makan malam di café agniaza, dan tou-san nggak mau dengar kata membantah”
“ify, shilla dan sivia tolong bantuin agni dandan ya” pinta kaa san.
Mereka bertiga hanya mengangguk-anggukan kepalanya.
                Agni berjalan kearah tanggga dengan mulut yang ngomel-ngomel nggak jelas, “udah deh ni nggak udah ngomel gitu. Loe ngomel kaya apapun juga semuanya juga nggak akan berubah kan ?” ucap ify
“ tapi kan fy, gue nggak mau” tolak agni
“loe jalanin aja dulu “ saran ify
“loe piki itu ynag terbaik ?” Tanya agni pada kaka kesayangnnya itu
Ify menganggukkan kepalanya dan membuka pintu kamar agni.
“ udah lama gue nggak ke kamar loe ag, udah berubah aja nih kamar” sivia berdecak kagum melihat desain kama agni yang di dominasi dengan warna maroon dan berwarna hitam di beberapa tempat tak lupa berbagai aksesoris yang menggantung di kamar agni yang sangat bernuansa basket. Bed cover agni pun berwarna merah darah.
“gue jadi heran ni, ni kamar cewek apa cowok ya?” sivia menggelengkan kepalanya
“ya jelas cewekla. Wong guenya cewek”
“eh.., tapi loe kan diragukan entah cewek apa cowok” goda sivia
“sialan loe” agni menoyor kepala svia. Sedangkan ify dan shilla tertawa melihat kelakuan saudara mereka
“udah udah sekarang loe ganti baju aja ama gaun loe, loe tinggal pilih aja gaunnya” lerai shilla
“ya udah deh” agni mengambil sebuah gaun selutut berwarna maroon
“ckckckckc nih anak nggak bisa lepas dari warna maroon ya “ sindir sivia
“serah gue pia” ledek agni dan langsung berlari menuju kamar mandi
Tak selang beberapa menit agni keluar dari kamar mandi dia tampak cantik dengan gaun berwarna maroon yang ia gunakan dengan otif bunga di salah satu sisi pinggangnya dan beberapa tali yang tergantung yang tergantung manis di dada sebelah kirinya dan menyambung pada bunga di pinggang sebelah kanannya menambahkan kesan anggun pada agni.
“gimana ? cantikkan gue ?” ucap agni narsis
“belum juga loe di puji udah narsis duluan gimana kalau udah dipuji bisa terbang deh loe”
“bilang aja loe iri am ague pia” ejek agni
“apa iri ? loe bilang gue iri ? ya jelas-jelas imutan gue daripada loe kenapa gue mesti iri ?” sivia juga sudah mulai ikutan narsis
“udah… udah nggak usah berantem deh gue yang cantik aja nggak ribet” ucap shilla
“ye……” ucap agni dan sivi serempak
“ udah ah nggak usah berisik yang manis kaya gue aja nggak ribet” akhirnya ify buka suara juga
“u…u….u….u….” sorak ketiga saudaranya dan ify hanya cengengesan
Akhirnya setelah dilalui banyak masalah mereka selesai juga mendandani agni . rambut agni di blow tapi cumin bagin bawahnya aja, rencananya mereka mau menggerei rambut agni tapi karena agni nggak mau akhirnya mereka mengikat setengah rambut agni dan membiarkannya tergerai setengah. Mereka juga memakaikan sedikit make up kepada agni. Dan jadilah agni sekarang sangat cantik.
“wiuh…. Cantik amat loe ag” puji shilla
“gue kan emang udah cantik dari dulu kali” narsis agni
Sivia hendak menoyor kepala agni tapi di larang oleh ify “kita udah susah-susah ngedandanin  dia masa loe mau ngerusakin lagi”
“iya juga ya, yaudah loe cepat pergi deh udah jam 07.00 nih loe janjinyakan jam 07.00, baelom lagi macet”
“biarin aja telat kan yang janji bukan gue” agni berjalan cuek keluar dari kamarnya
“punya adek sifatnya masih ke kanak-kanakan” ify hanya menggeleng-gelengkan kepalanya

all about my life part 4


"Kenapa dia nggak masuk tenda ini?" Tanya Shilla.
"Karna dia berkhianat?" Tanya Gabriel.
"loe nggak boleh kaya gitu. Mungkin saja ini merupakan rahasia Ify dan dia tidak mau ada yang mengetahuinya begitu saja. Mungkin dia punya alasan lain" Kata Sivia yang mendukung Shilla.
"loe juga Alvin. Kenapa loe nggak ngajak dia masuk? gaimanapun juga dia kan adik loe" Kata Rio yang tidak ingin disalahkan.
"Dia itu bukan urusan gue. Kalau kalian mau mengajaknya dan memaafkannya silahkan saja. gue tidak peduli. Selamatkan dia dan diam. Selesai, kan?" Alvin berbicara santai dan mempersiapkan dirinya untuk tidur.
"gue nggak tau apa yang kalian permasalahkan. Tapi, loe berubah saat menyangkut Ify. loe jadi kasar dan tidak peduli. Sebegitu bencinya loe ama adik loe sendiri?" Tanya Rio.
"Oke, gue yang akan ngejemput dia" Kata Alvin dan berjalan menuju Ify yang menundukkan kepalanya.
"Kami akan ngeliat loe dari sini" Kata Sivia.
Ify tetap tidak mangadahkan kepalanya saat tangan Alvin menyentuk bahunya. Dia tetap diam. Sifat Ify yang seperti ini membuat Alvin bingung. Biasanya, Ify menurut dan langsung tau apa yang dimaksud kakaknya.
Alvin menyeritkan alisnya saat melihat tubuh basah Ify yang menegang. Memang, hujan sudah tidak terlalu besar. Namun, petir masih menari lincah diatas sana.
"Hei, loe bisa mati kedinginan disini" Kata Alvin kencang, berusaha menyamakan suaranya dengan cuaca yang ada disekitarnya.
"Bukannya kalau kaya gitu loe akan bahagia? Bukannya itu yang kalian semua mau?" Tanya Ify serak.
"loe bicara apa?" Alvin mulai bingung melihat perubahan pada adiknya.
"loe nggak tau gue. loe ngebenci gue. Semua ngebenci gue. Semua ngehianatin gue. Waktu itu hujan. Waktu itu berdarah. Waktu itu gue kehilangan. Waktu itu kalian berubah. Waktu itu gue tau semua. Waktu itu.."
"Stop! loe bicara apa sih? loe kenapa? Apa gue nyakitin loe? Ify…" Alvin miris melihat adiknya seperti itu.
"loe… bahkan nggak tau bagaimana perasaan gue. loe nggak tau apapun tentang gue" Ify memperlihatkan wajahnya yang penuh dengan air mata.
"Kalian natap gue dengan mata kalian yang ngebuat gue merinding takut. Kalian mojokin gue. Tau nggak kalian apa yang gue rasakan? Sakit! Bagaimana kalau loe ada di posisi gue? gue lelah nahan perasaan ini. gue lelah membuat topeng yang selalu tegar! Gue capek. gue mau kasih sayang. gue mau seorang kakak yang peduli ama gue. gue mau adik yang ngerti gue. Gue mau ayah yang ngasih gue kasih sayangn. Tapi itu hanya mimpi, kan? Sekarang loe pergi gitu saja. Kalian ngebuat gue ngerasaiin rasa yang sama. Tanpa kalian tau apa alasan gue. Tanpa kalian tau apa yang terjadi sebenarnya… Gue bingung…" Ify berteriak histeris. Dia menumpahkan perasaannya. Dia membuka rahasia hatinya.
"Gue…" Alvin mulai merasa perasaan yang benar. Ini salah. Selama ini salah. Seharusnya dia melindungi adiknya tak peduli apa kesalahannya.
"Bahkan gue bingung. Siapa loe dalam hidup gue" Ify mengucapkan kata itu dengan lirih.
"Ify…" Alvin mulai tertohok dengan perkataan Ify. Itu semua benar.
"Gue bingung, gue ini apa? Apa mungkin gue hanya ilusi semu yang nggak kalian anggap? Terkadang… gue ingin ibu ngejemput gue" Ify tertawa kecil.
Alvin memeluk Ify dengan erat. Dia tau sekarang mana yang benar. Dia tau, hati kecilnya benar mengenai Ify. Dia mencium pucuk kepala Ify. Hal yang sudah 10 tahun tidak dia lakukan. Bau mawar tercium disana. Bau yang seperti ibunya.
"Maaf" Alvin memeluk adiknya sambil menggumamkan kata itu.
"gue nggak mau maaf loe! gue nggak butuh apapun. Gue cuma butuh pengertian" Ify menangis didalam dada bidang kakaknya. Berusaha menumpahkan segala beban yang dia rasa selama 10 tahun ini.
"udah Ify. loe masuk. Kita akan berbicara didalam tenda. Dan… gue minta maaf…" Rio ternyata sudah ada disebelahnya, menyaksikan apa yang dilakukan Ify dan Alvin membuat dadanya panas. Walaupun Ify dan Alvin adalah kakak-adik.
"Gue nggak marah… Gue nggak mau masuk kedalam sana. Gue mau pulang aja. Gue mau ketemu ibu" Ify sudah berbicara semakin kacau.
"Kami akan ngejagaiin loe. Kami tidak kan mengulanginya lagi. Ayolah Ify. Kita harus meluruskan hal ini" Kata Shilla sambil memeluk Ify lembut.
"Berbicara seperti ini tidak akan selesai" Kata Alvin sambil menggendong adiknya.
Perlahan mata Ify menutup. Nafasnya masih memburu. Tekanan ini lagi. Mereka bilang akan melindungi Ify. Mereka bilang akan menjaganya. Ify tersenyum tipis dan benar-benar berjumpa dengan gelap.
"Bagaimana Shilla?" Tanya Alvin. Sekarang, dia benar-benar merasa bersalah. Ify tidur dengan wajah yang pucat disana. Tubuhnya dingin.
"Tidak usah khawatir, dia hanya demam tinggi. Dia dingin seperti ini karna kehujanan tadi. Tapi, apa loe bisa nyeritain apa yang terjadi dengan keluarga kalian?" Tanya Shilla.
Rio terdiam menatap Alvin yang diam. Suasana sepi. Tak urung juga dia merasa bersalah. Hanya karena Ify menyembunyikan sesuatu dan dia anggap keterlaluan? Sekarang dia menyelimuti Ify yang sekarang menggunakan baju hangat. Tadi, Shilla dan Sivia yang mengganti bajunya. Sekarang, dia mendengarkan apa yang akan dijelaskan Alvin. Apa yang menyebabkan semua begini.
"Ibu meninggal saat Ify berusia 5 tahun. Kami nggak tau apa yang terjadi. Tapi, kami melihat ibu yang sekarat dan Ify yang berlumuran darah. Mereka dalam keadaan tidak sadar. Dalam perjalanan menuju rumah sakit, ibu meninggal. Ify koma selama seminggu. Saat dia sadar, dia meminta bertemu ibu. Gue ingin dekat ama dia dan memberitau kabar duka itu. Tapi, ayah mencegah. Semuanya berubah saat itu. Deva dan ayah sangat membenci Ify karna mereka berfikir, Ify yang menyebabkan ibu pergi. Semula gue nggak membencinya. Namun, entah sejak kapan perasaan itu memasuki hati gue. Gue dan yang lain menganggapnya tak ada. Keadaannya benar-benar berubah saat ibu meninggal. Dia menjadi pemurung. Dia dikhianati temannya. Itu yang menyebabkan dia nggak mau menjadi Alyssa Saufika Sindunata yang hanya akan dikhianati temannya. Dia tidak mau dikhianati lagi. Pekerjaan rumah dia yang mengurus. Bahkan, dia menjadi sasaran pelampiasan ayah atas kematian ibu. gue, nggak tau kenapa gue nggak mau menolongnya. Gue benar-benar nggak ngerti" Alvin mulai menunduk, pandangannya menyendu.
"Tapi, kalian menemukannya dalam keadaan seperti itu bukan berarti dia salah. Selamat tuan Alvin, kau telah merusak hidup adikmu sendiri" Kata Sivia.
"Seperti kalian tadi, saat Rio memarahinya. Saat yang lain meninggalkannya. Apa kalian pikir ini hanya kesalahan satu orang saja. Kalian juga salah" Kata Gabriel.
"Ia, Gabriel benar…" Desis Rio.
" gue janji akan menjadi kakak yang baik, gue janji akan melindunginya. Tapi, entah mengapa gue ngerasa nggak pantas untuk itu" Alvin terlihat menahan air mata.
"Kalau gue tau gue salah, kalau gue tau dia seperti ini, gue nggak akan kaya gini" Alvin menunduk.
"Gue yang bakal ngejaga dia. Mari kita jaga dia sama-sama. Alvin, lebih baik terlambat dari pada nggak sama sekali" Kata Rio.
'Gue juga ngerasa sangat bersalah. Kaya loe juga, Alvin. gimana bisa gue ngebuat orang yang sangat special ini menjadi sedih?' Kata Rio dalam hati.
"Sebaiknya kita jangan mengganggunya dulu. Dia kelelahan. Shilla, tolong beri dia obat penurun panas ya. Gue keluar dulu." Rio melangkahkan kakinya. Sebelum benar-benar tak terlihat, dia memandang Ify lembut.
' Loe... gue bakal ngejaga loe, Ify. Gue janji itu. Dan gue harus menyatakan perasaan ini. Tunggu gue Ify!' batin Rio.
"gue benar-benar harus mengatakan perasaan ini. Tapi, gue takut" Rio sibuk berfikir.
"loe ngapain, io" Tanya Gabriel yang melihat temannya berbicara sendiri.
"Lagi ngeden. Ya enggaklah, lagi ngomong sendiri. Loe gila ya? Udahlah, pergi dulu" kata Rio.
' Lah, bukannya yang gila dia?' tanya Gabriel dengan tampang bingung. Mungkin, karena tidak mau berfikir terlalu keras eh, dia pergi juga. Mungkin, dia mau ketemuan sama seseorang. Yah... You-know-lah.
Sementara itu, Ify mengusap-usap matanya. Senyuman tak nampak diwajahnya. Dengan cepat dia mengetahui dimana dia berada.
' Kak Alvin pasti yang ngebuat  tenda ini' batin Ify.
Ify membuka tasnya dan mengambil kotak obatnya. Matanya membesar dan menatap horor pada butir obat yang ada didepannya.
' Dokter itu berniat menyembuhin gue gak sih?' tanyanya dalam hati.
Walau agak ragu, dia menelan pil besar itu. Setelah menelan benda-yang-katanya-obat itu, dia mengambil bajunya dan berjalan menuju sumber air terdekat, tentunya untuk mandi. Entah mengapa sekilas kejadian kemarin melintas dibenaknya. Dia melihat tangannya yang masih lebam dan mengusapnya. Mungkin dia harus pulang ke asrama kembali.
Sengaja atau tidak, dia melihat Shilla berdiri didepannya. Shilla mengirimkan senyuman kecil padanya. Namun, Ify dengan santainya membuang muka dan melanjutkan kegiatannya dengan pandangan kosong. Tentu saja Shilla sangat merasakan perubahan sikap Ify.
Shilla dengan cepat kembali ke tenda dan mengajak teman-teman yang lain berkumpul.
"Oke teman-teman, kita berkumpul disini untuk membicarakan Ify yang sepertinya sedang marah besar." Kata Shilla membuka rapat kecil-kecilan mereka.
"Jadi dia ngambek? Kenapa bisa? Biasanya Ify tidak mengenal kata marah selama gue jadi kakaknya" Kata Alvin.
"Pertahankan ya, Alvin. Ify pasti akan senang kalau dia tau loe udah berubah kaya dulu lagi" Kata Shilla sambil tersenyum.
"Jadi loe nyindir gue? Tapi seingat gue, setelah dia mendengar petir dan hujan seperti kemarin, dan... yah keadaanya seperti kemarin dia akan lupa segalanya. Kecuali kematian ibu. Dan oh, Ify dulu kalo marah, gue akan angkat tangan" Kata Alvin.
"Emang kalo Ify marah seremnya kayak apa?" Tanya Sivia.
"Dia diem terus sampe sebulan. Yah, sebulan itu waktu paling cepat sih. Pernah waktu itu dia nyuekin resennya setahun lebih. Terus kalo udah marah dia jadi galak banget. Gue sendiri yang kakaknya aja gak berani." Kata Alvin Luas (INGAT! Panjang x Lebar = Luas).
Teman-teman yang lain ngangguk-ngangguk. Kemudian, Ify masuk ke tenda dan mengambil benda-entah-apa-itu dan keluar begitu saja. Teman-temannya yang lain merinding melihat aura Ify yang suram.
"Shilla, coba loe jelasin, gimana kejadian waktu loe  ketemu sama Ify tadi." Tuntut Gabriel.
"Jadi gini, pas gue mau ngambil air, gue ketemu Ify yang kayaknya mau cuci muka. Sebenarnya udah kerasa sih, aura Ify yang dingin banget. Tapi, gue sapa aja. Eh… pas nyapa dia malah ngebuang mukanya abis itu pergi gitu aja" Jelas Shilla.
"Ayo kita pungut" Teriak Gabriel.
"Hah? Pungut Apaan?" Tanya Rio yang akhirnya berbicara setelah sekian lama diam.
"Ya pungut mukanya Ify lah, masa muka dibuang sih?" Jawab Gabriel dengan polosnya.
BLETAK
"iel bodoh! Maksudnya itu langsung pergi gitu aja" Kata Shilla sesudah puas menjitak Gabriel.
"Maaf, gue kan gak tau. Tapi jangan jitak-jitakan dong. Sakit…" Dengus Gabriel.
"Jadi mau dilanjutin gak nih?" Tanya Rio. Yang lainnya mengangguk.
"Sini-sini, gue bisikin" Kata Alvin. Yang lainnya mendekati Alvin dan mulai bisik-bisikan gak jelas.
Sementara itu, Ify memandang awan. Sesekali teriakan burung gagak mengganggunya. Tapi, mana peduli dia dengan hal seperti itu. Dia sibuk memandang sesuatu yang ada diatas sana. Tampaknya seperti manusia. Sesosok itu memakai pakaian hitam dan menatap Ify, seakan memanggilnya. Ify tersenyum tipis dan berdiri. Lama-kelamaan sosok itu lenyap, hilang. Ify berjalan menuju tendanya dengan senyum ganjil.
Namun, Ify membalikkan tubuhnya dan berjalan menuju tenda teman-teman sekolahnya. Sampai disana, dia menuju tenda guru, kemudian memasukinya. Kini, bu-Ira ada didepannya, menatap bingung kearahnya.
"Ada apa Alyssa Saufika Umari?" Tanya kepala sekolah itu ramah.
"Bu, jangan panggil aku Alyssa Saufika Umari lagi. Sekarang, anak band Asrama sudah mengetahuinya. Aku yakin, berita ini pasti akan menyebar. Jadi bu, jangan panggil saya dengan nama itu" Kata Ify mencoba ceria.
"Bukankah namamu memang Alyssa Saufika Umari? Ada apa ini sebenarnya" Tanya bu-Tsunade dengan alis yang menyatu, sepertinya beliau bingung.
"Mari kita ulang dari pertama bu, perkenalkan, nama saya ALYSSA SAUFIKA SINDUNATA. Senang berkenalan dengan anda" Kata Ify sambil mengulurkan tangannya.
Pertamanya, wajah bu-Ira bingung, tak lama kemudian, wajahnya terkejut, kemudian dia menggenggam tangan Ify penuh rasa hormat. Senyuman tulus menyertainya.
"Akhirnya kau mengakuinya juga. Selamat datang Alyssa Saufika Sindunata. Kami senang, anda mau mengikuti pembelajaran di asrama Venix  ini. Sekaligus mengikuti acara rekreasi ini" Kata bu-Tsunade dengan hormat.
" Terima kasih. Tapi, kenapa anda tau saya Alyssa Saufika Sindunata? Siapa saja yang sudah tau, bu?" Tanya Ify dengan wajah bingung.
"Guru yang mengajar sudah tau semua. Mungkin, hanya teman-temanmu saja yang tidak mengetahuinya. Kami semua senang, dua orang yang berpengaruh di Jepang ini masuk asrama kami. Dan, siapapun tau anda adalah anak Duta Sindunata, terutama kami yang sudah dewasa ini." Bu-Tsunade menjelaskan panjang lebar.
"Baiklah kalau begitu, saya undur diri dulu, bu" Kata Ify sambil membungkukkan badannya, kemudian dia keluar dari tenda itu.
'Wah-wah-wah, ternyata actingku kali ini diketahuinnya ya.' Batin Ify sambil tersenyum miris.
Sambil bersenandung kecil, Ify berjalan menuju tendanya. Setelah sampai, dia mengambil sebuah foto kusam yang selalu dibawanya. Matanya terlihat sedih saat melihat wajah wanita cantik dalam foto itu.
'Kenapa Ibu gak ngajak aku pergi ke surga?' tanyanya dalam hati.
"Kalau begitu, biar gue sendiri yang akan menghampiri Ibu..." Desisnya lirih.
Ify mengambil cutter yang ada dalam tasnya, dia mengancungkan cutter itu tepat diatas nadinya. Saat ingin mengiris nadinya, tangannya berhenti sesaat. Batinnya mulai ragu dan dia tersenyum tipis.
'Mungkin saja, jika ku iris urat ini dalam-dalam, tidak akan terlalu sakit' batinnya.
Pisau itu menggores kulit tannya, dia meringis tertahan. Rasa nikmat membawanya untuk membuat irsan baru. Namun, semua irisan itu tak terlalu dalam. Rasa sakit itu menjelma menjadi kenikmatan tersendiri.
'Aku ingin satu goresan terakhir yang akan mengakhiri drama ini' katanya sambil tersenyum sedih.
Tangannya mulai bekerja. Namun, kali ini bukan nikmat yang dia rasakan, sakit yang menyergapnya. Sebelum melukai uratnya, dia membuang cutter itu jauh-jauh. Matanya menatap nanar pada cutter itu.
'Apa yang tadi gue lakuin ? Bunuh diri?' katanya ngeri.
Dia memungut cutter itu dan membersihkannya. Untuk menghilangkan bukti, dia membuang cutter itu jauh-jauh. Mungkin sudah tenggelam dalam laut, saking jauhnya dia membuang cutter itu.
Dengan sigap Ify membersihkan lukanya dan membalutnya dengan kassa. Erangan kesakitan terdengar darinya. Dia menekuk lututnya. Matanya menarawang jauh keluar sana.
'Apa yang tadi gue lakuin? Bunuh diri? Che, gue sepengecut itu? Gue nggak  boleh mati sekarang, gue harus ngejalanin hidup yang tak lama ini. Aku harus bisa membuat bangga ayah. Aku harus turuti kemauannya. Aku harus membuktikan pada dunia bahwa seorang Alyssa Saufika Sindunata bisa' semangatnya dalam hati.
Setelah membalut lukanya dengan perban, Ify merapikan penampilannya dan berjalan menuju tenda teman-temannya. Dengan tampang tak berdosa dia masuk dan duduk ditengah-tengah teman-temannya, membuat teman-temannya heran dan menjauh sebentar.
"Ada yang salah disini? Lanjutkan saja pembicaraannya. Apa gue gak boleh ikutan?" tanya Ify sambil memandang teman-temannya santai.
"Err... loe gak marah Ify?" tanya Rio ragu.
"Menurut kalian?" Kata Ify dengan pandangan melembut.
"Dasar, gue kira loe marah ama kami" Shilla tersenyum senang dan memeluk Ify dengan erat.
"Lagipula, waktu gue kan gak banyak." Lanjut Ify.
"Hm? Waktu? Apa maksudnya?" tanya Alvin sambil menatap tajam adiknya.
"Ia, nanti takutnya gue gak bisa sekelas lagi sama kalian. Gue gak mau pisah sama kalian. Sebentar lagi kan kenaikan kelas" kata Ify.
'Dan sebentar lagi waktunya gue pergi ke tempat ibu...' lanjutnya dalam hati.
"Hahaha... Berarti apa yang dibilang Alvin ada benernya juga dong? Ya gak vin" Kata-kata Ray berhenti saat dia melihat Alvin sibuk tidur.
BLETAK...
"Jangan sibuk tidur, bodoh!" Omel Sivia sambil menjitak Alvin.
"Jadi, gimana sama guru dan teman-teman yang lain? Udah pada tau?" Tanya Rio serius.
"semua guru udah tau dari pertama masuk. Paling besok heboh aja anak-anak. Toh, itu bukan masalah besar, kan? Udah dulu deh santainya, kita rekreasi dulu" Ajak Ify.
"Boleh, ayo" Sivia dengan cepat menyetujui usul Ify.
"Tapi, impas ya?" Tanya Ify.
"Hm? Impas apanya?" tanya Rio bingung.
"Ia, kalian bohongin gue, gue juga. Hehehe" Kata Ify sambil nyengir.
"Dasar loe. Ia deh kita semua kalah. Gimana kalo kita ke pantai lagi abis itu ngobrol-ngobrol disana?" Ajak Gabriel.
"Boleh. C'mon guys" kata Ify dengan kelewat semangat.
'Dasar, dia sudah kembali seperti semula?' batin Rio.